TEMPO.CO, Jakarta
- Kenapa pelajar suka ikut tawuran? Bukan dengan tangan kosong, tapi
berbekal senjata tajam seperti yang dilakukan seorang siswa SMA 70
terhadap siswa SMA 6 di Bulungan, Jakarta Selatan, akhir bulan lalu?
Ada berbagai jawaban, tergantung pada siapa kita bertanya. Orang tua mungkin menganggap pengawasan sekolah yang lemah sebagai penyebabnya. Sedangkan guru bisa saja menuduh keluarga yang berantakan sebagai faktor utamanya.
Tapi, para pelajar yang melakoni aksi jalanan ini punya jawaban sendiri. Contohnya siswa XII SMK 1 Boedi Oetomo, Jakarta Pusat. Sebut saja namanya Wawan. »Saya cuma mau balas dendam,” kata dia ketika ditanya kenapa terlibat tawuran.
Wawan sempat ditahan polisi karena bersama teman-temannya mengeroyok siswa SMA Advent di kawasan Senen hingga terluka parah. Pengeroyokan terjadi pada pertengahan September lalu. Menurut Wawan, aksi pengeroyokan itu tidak muncul begitu saja. Sepekan sebelum kejadian tersebut, dia sempat menjadi korban penganiayaan siswa SMA Advent.
Wawan dikeroyok dan tangannya terkena sabetan golok sisir, gergaji yang biasa dipakai untuk memotong balok es. Peristiwa yang nyaris berujung maut itu sempat dilerai oleh para pengamen. Wawan selamat meski darah mengucur deras dari tangan kanannya. Hal itulah yang kemudian memicu remaja 18 tahun ini melakukan balas dendam.
Balas dendam, hanyalah pemicu temporer. Sekedar reaksi. Keterlibatan Wawan dalam tawuran sebenarnya bukan hanya karena dendam. Sejak pertama kali masuk sekolah, ia sudah kerap terlibat tawuran. Hal itu terjadi karena saat pulang sekolah dia ikut rombongan teman-temannya. "Kalau di jalan berpapasan dengan siswa lain, pasti ada ejek-ejekan. Di situlah muncul tawuran,” katanya.
Meski pulang bergerombol berpotensi memicu tawuran, Wawan tetap melakukannya. Menurut Wawan, jika pulang atau pergi sendirian, potensi menjadi korban justru lebih besar. »Makanya pulang-pergi sekolah kami selalu bergerombol."
Urusan saling ejek sebagai pemicu tawuran juga dialami Rudi--bukan nama sebenarnya--siswa kelas XII SMA Negeri 70, Jakarta Selatan. »Sebenarnya saya sudah bosan sekolah ini terus berantem dengan sekolah lain. Tapi gimana, lagi enak-enak nongkrong, anak sekolah lain mengolok-olok kami, ya udah kami lawan,” ujarnya.
Saat ditemui pada Selasa sore 16 Oktober 2012 lalu, Rudi tengah bergerombol bersama teman-temannya setelah pulang sekolah di kios minuman dan gorengan yang berjarak sekitar 100 meter dari sekolahnya. Rudi menuturkan, saling ejek itu muncul karena rute angkutan sekolah yang sama, sehingga mereka sering berpapasan dengan pelajar sekolah lain dan terjadi pergesekan.
»Saling memperolok lalu kesal, besoknya membalas dengan persiapan matang,” kata pelajar berusia 17 tahun yang tinggal di Joglo, Jakarta Barat, ini.
Sumber : Yahoo Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar